HTML tutorial
varihsovy.com
  • About
  • Get inspired
    • Traveling
    • Culinary
    • Fun
    • Film
  • Mine !
    • Family
    • Opinion
    • Books
    • The Spirit
  • Contact Us
    Instagram Twitter Google+ Facebook Linkedin
    close

Tepar I


Tepar, sakit tak berdaya, dewa Syiwa mengaduk-aduk kepalaku hingga pusing sepuluh keliling.
Di ranjangku hanya ada luruh lesu merinding bukan kepalang, selimutku ditembus sampai ari.
Ah betapa malangnya nasib lelakiku, saat semua pergi mengangkasa, aku hanya bisa mendongak ke langit.
Terbuai dalam kepeningan, labirin yang mengepak-ngepak, tak berujung aku mencari jalan keluar.

Secangkir teh manis begitu pahit, buburpun hambar, segala obat itu pahit, hidup nelangsa.
Walau lembut bantal-guling laksana batu, kepalaku berat nyaris menyeruduk bumi, mimpi tak bermimpi.
Oh dewa Wisnu di manakah kamu, peliharalah aku agar hilang kesadaranku dan aku bisa tidur nyenyak.
Namun setiap gerak bagai lindu tak henti-henti, di kamarku seperti perang dunia satu dan dua.
Betapa nestapanya pesakitan, aku tergelepar sendiri, di ruangan ini, di manakah kekasih ku.

Menggapai mu seperti menggapai langit, mana aku sanggup, aku sedang sakit sekarat.
Tahukah engkau di mana dongeng masa kecil yang dibisikkan ibu, aku ingin terulang lagi.
Tahukah engkau tempat paling nyenyak sepanjang hidup, tergelepar dipelukan ibu
Ketika ku jatuh, dia merengkuhku sambil menghangatkan tubuhku yang masih lemah.
Oh begitulah, aku tersakit dalam kubangan rindu, kamu smua hanya bintang berserakdi segala penjuru, makin jauh dan jauh.
Ingin ku petik panenan bintang, tapi siapakah lelaki yang malang ini..
Yang tergelepar dan terluka...
Labels: catatan harian, puisi
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Footer