HTML tutorial
varihsovy.com
  • About
  • Get inspired
    • Traveling
    • Culinary
    • Fun
    • Film
  • Mine !
    • Family
    • Opinion
    • Books
    • The Spirit
  • Contact Us
    Instagram Twitter Google+ Facebook Linkedin
    close

AIDONOW #3



Ketika raga telah moksa jadi abu.
Hatiku rubuh laksana perdu.
Engkau memabukkan seperti candu, hingga menyekak leherku tergagap-gagap.

Dulu kau menjelma sang kasih.
Sejak itu aku tekuk punggungku tulus dan kau merengkuh ku dari belakang lalu kita berlari kencang.
Kita berguling-guling menuruni lembah bukit, dan langit menyelimuti cinta dalam kepurbaan Adam-Hawa.
Aku lelah dan engkau tertawa, betapa nikmat menyaksikan gulungan awan di balik tenda.
Dan sarapan pagi yang kau buatkan untukku, asal jadi saja, tapi selalu ku bilang "enak.." haha.
"Hanya kesatria sejati yang membuat laki-laki  bak pahlawan kala menangis dan tertawa" kau bilang serius saat itu.

Karena itu, aku tertawa, hahahha.

Dan di malam-malam panjang yang telah berlalu, kau menghangatkanku bak bara api.
Ku dendangkan "nina bobo" menghantarkan mu melintasi ruang-ruang mimpi.
Kini baru ku sadari, setiap engkau marah, itu artinya kau ingin manjaga cintamu.
Dan bila ku marah, itu artinya memang aku luput karena kebodohanku

Ketika itu, engkau selalu tetap tersenyum saat aku gundah gulana.
Dan disaat-saat gelap, engkaulah yang menyalakan lilin dan berkata:
"Kegelapan menunjukkan pada gemerlapnya bebintang dan lembutnya rembulan, serta pada teduhnya langit ketika sunyi"
Engkaulah yang mengatakan,
"Kesatria tidak pernah menangis hanya karena dirinya sendiri terluka, kesatria adalah pejantan tangguh yang hanya mau meratap untuk sesuatu lain yang sedang berduka"
 Di pagi yang tak lama kemarin, kau membuatkanku secangkir teh hangat seperti biasa,, tiba-tiba kau katakan,
"Baru kita sadari, segalanya akan melewati akhirnya..."
Kini aku meratapi kedukaanku, mengkhianati keakuan gagahku.
"Tapi bibirmu memang tercipta dari sebutir cherry, kamu memahami, lalu mencium keningku lama untuk terakhir kali.."
"Yang terakhir selalu indah seperti yang pertama"
Dan kini aku pergi menghalau badai di bulan purnama sidi.
Kau hanya berdiri tegar seperti batu cadas saat cahaya bulan menerpa tubuhmu yang  masih lelah.
"Aku berlayar dengan sekoci kecilku, melintasi samudera raya tanpa ujung..."
Bulan selalu mengejarku dari belakang.
Ku tengok ragamu memudar berlahan lalu lenyap jadi legenda.
"kesatria dilarang menangis, tapi aku memilih menjadi sudra... air mata menerpa pipiku"
"Usap air matamu!!!!" teriak mu dalam hatiku
 "Tak perlu diusap air mata ini dan biarkan mengalir di pipiku, karena hatiku memang benar terluka"


Kelak, saat anak-anak kecilku beranjak tidur di atas ranjang
Akan ku kisahkan suatu  legenda tentang sesosok manusia yang sempat dilahirkan nyaris sempurna oleh perut bumi
"dan diri mu selalu tersimpan di kedalaman hati ku"


VLR 


Labels: puisi
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Footer