pada kata-kata yang compang
aku meleleh menjadi kelam kelampang
mentari menyusup dalam celah-celah remah tanah
bau hujan mengganyang segala mimpi
penderitaan adalah raungan kesunyian
berbisik serak di kerongkongan yang kering
luka meneruak mengalir dalam jari jemari
ada karak di bawah nampan persembahan
Tuhan menguap kala tawa bergelagak
siapakah diri mu? yang terberukut kabut
mengakak bagai iblis yang jatuh tersungkal bersama Adam-Hawa
kesendirian membuncah mengosongkan segala gundah
atas kota-kota yang kita bangun dari rakit-rakit nelayan tua
merusak sebelum dirusak
bak kala Bandung menjadi lautan api
jangan bawa Tuhan ke sana-kemari
kalau memang waktunya mati, kita hanya akan tidur nyenyak selamanya
mungkin di otak kita hanya ada sebotol bir, tubuh indah dan dentum lembut musik
atau budak-budak kita-gundik-gundik bodoh dan gelar sumpah serapah
kematian itu sama sekali menyakitkan bagi mereka yang ingin berdiam lama
bukankah jompo di ujung masa sama saja tak menarik
seekor begal ditarik dalam keramaian kota
apakah kau ingin menjadi begal yang disibukkan dengan bawaannya dalam kesunyian yang seruak
ku mohon, terlepaslah bak segala binatang liar
pasak kita telah luruh menjadi lumpur
di kala hujan datang dan segala cinta berbenah
bawalah rerajutan kata yang dilebur di kedalaman cinta
aku ingin memelukmu erat seperti merangkul dunia ini
aku ingin menjumpai surga di sana, tidak diawang-awang yang bisu
dan biarkanlah luka ini memerah atau bahkan membusuk
selaksa fikiran kita yang diasingkan oleh unek-unek filsafat
persetan mereka yang keranjingan singgasana, berebut bak kisruh monyet jantan dan betina
semoga kakinya terpeleset lalu jatuh menjadi lumpuh
bawakan roti untuk segala rakyat
penderitaan anak-anak malang yang tak sudah-sudah
atau remaja yang berjualan pil mabuk meninggalkan sekolah-sekolah
atau wanita-pejantan uzur diujung senja hanya beratap langit
atau para waria yang cuma bisa saweran dengan kecer nyaringnya
jangan selalu berfikir penderitaan kita terlalu berat untuk dirakit menyebrangi empang
segala tujuan itu berat adanya, tak peduli sesuram apapun nasib
cinta kita pada sesuatu yang nyaris harus ditinggalkanlah yang lalu membebani
aku ingin mati saat aku menjadi pahlawan
setidaknya pahlawan untuk diriku sendiri
bagikan roti bagi mereka yang dipinggiran kota
atau yang menelusup dibawah jembatan
itukah dirimu dulu bila dilahirkan dari rahim yang berbeda
Tuhan menentukan pilihannya
dan ibumulah yang ditunjuk oleh jemari-Nya yang terkasih
jangan meronta-ronta, apalagi cengeng
basuh semua peluh dan air mata
dunia tidak akan diselesaikan hanya dengan tarian dan tabuhan gendang India
tidak pula menanti sesosok Rambo di dunia yang pengap oleh ironi
toh semua penderitaan pasti akan berakhir bak angin musim
seperti berlalunya pula setiap kebahagiaan ditendang gundah
rangkullah penderitaan
Jesus telah mati di tiang salib
Muhammad toh mati juga
Budha mengingatkan kala dunia cuma taman permainan kanak-kanak
selamatkan diri kita dari otak keruh yang pongah
dari keyakinan yang menyesatkanmu lalu meminta disembah bak Tuhan sesungguhnya
jangan meminta berlebihan dari apa yang sewajarnya kita dapatkan
Tuhan mencintai mu secara sederhana
maka cintai pulalah dirimu apa adanya dengan sahaja