Hidup
Di dalam naungan lembayung senja
Burung yang berebut sarang untuk kembali
Rombongan kelelawar yang melayang-layang
Langit memendar kayu bakar yang luluh
Sawah-sawah yang membentang haru
Desir angin yang menyeka pelan
Pematang sawah mematung lengang
Bukit-bukit menukik memjelma bayangan gelap
Atap-atap rumah lebur di dalam kelam
Tinggalah pintu dan jendelanya
Nyala redup ublik melambai-lambai
Suara hari telah ditelan angin sayup
Tinggalah jerit jengkerik atau engahan burung hantu
Gesekan ranting dan bilah-bilah bambu
Sungi-sungai yang berbisik pelan
Mantra dukun
Di balik dinding dinding anyam
Yang berbisik dan berdoa
Yang menari mengikuti hentakan gendang
Yang terbaring di lantai beralas tikar
Menahan luka perih dari dalam dada
Para leluhur yang menyelinap dibilik relung
Dan menjamah tubuh hingga ke ulu
Engkau yang menahan luka
Dan hanya bisa menjerit di kedalaman tak berdasar
Jiwa yang ingin segera mengambang terkembang
Melepaskan dari tubuh yang ringkih
Pada hawa sehabis hujan sepanjang hari
Rencah gendang terus berbunyi
Para dukun telah berdoa untukmu
Engkau yang menahan luka itu
Melepas dengan tulus seperti jelaga melayang sehabis nyala
Namun engkau pergi tanpa meninggalkan jejak ternoda
Dukun tersenyum untuk menyambut kepulanganmu
Jiwa kembali melebur bumi
Mati