Kali ini saya akan bercerita tentang pekerjaan saya. Sebagai seorang pekerja biasa yang based on contract, untuk sepanjang tahun ini, merupakan hal yang sangat istimewa khusus bagi saya. Bahwa suatu kehormatan jika bisa bekerja lagi setelah sekian tahun off karena sekolah, yang ke dua saya diterima di lembaga yang cukup baik bagi saya untuk belajar, yang ketiga adalah proyek yang saya kerjakan merupakan hal yang baru bagi indonesia dan belum melewati dua dekade bagi dunia, REDD+.
Pekerjaan ini merupakan hasil perpanjangan lobi negara selatan agar negara utaramengambil tanggujawab yang lebih terhadap kerusakan alam dalam hal ini hutan. Kewajiban negara utara adalah mengalihkan sebagian dana mereka untuk perbaikan lingkungan, terutama mengurangi (1) penyempitan hutan (2) perusakan hutan, serta membantu menambah (3) wilayah hijau, (4) perlindungan alam, (5) mendorong manajemen hutan lestrari, Satu dan dua disebut REDD dan 3-5 disebut plus (+). Plus berarti tuntutan untuk melibatkan banyak pihak terkait komunitas di sekitar hutan.
Dari sini, penjelasan saya mungkin membosankan. Oke, karena ini tentang catatan harian, maka saya cuma ingin membahas perjalanan dan catatan dibalik pekerjaan saya. Saya diterima di REDD+ melalui kontrak, dan sekarang sudah lebih dari satu tahun. Dalam kontrak itu saya disuruh ngukur kemajuan dari proyek-proyek terutama rerkain: "bahwa proyek dapat memperbaiki sosial ekonomi, lingkungan hidup dan tata kelola. Oke sampai sini kelihatannya terlalu detail dan sok elit. Yang jelas, saya di kirim ke lapangan, ngecek proyek dan mengukur dampak terkait tiga hal yang barusan saya jelaskan, melalui apa? ada guidelines which made by untuk saya ujicobakan. Guideline / instrumen tersebut cuma tentang mengisi table berdasarkan data lapangana.Yaps, pekerjaan saya memang membosankan, tapi bisa lebih membosankan atau justru menantang ketika lapangan memiliki dinamika yang lebih komplek daripada kerja kantoran. Pertama, saya berhadapan langsung dengan masyarakat, ke dua dengan alam liar (saya sangat suka), yang ke tiga yang paling sulit ditebak dinamika internal, baik di skala lapangan hingga bahkan sampai di pusat (Jakarta). Oke, tidak ada kerjaan yang sempurna, dan kehidupan ini nyaris sempurna dengan ketidak sempurnaannya. Pertama, masyarakat kita berbeda pandangan dengan orang 'sok intlek' terutama seperti saya, mereka lebih realistis, ada untung kita panen, tak ada buat apa?, ke dua bahwa sistem di masyarakat kita itu lemah, sistem perencanaan, sistem aksi dan sistem kontrol, terkait pula financial management, waww, ini terlalu memusingkan bagi sodara sodara pembaca. Oke, kalau gitu saya berhenti di sini, biarkan saya sendiri yang menyelesaikannya.
REDD+ bersama masyarakat dan berpihak pada masyarakat, ungkapan itu bisa jadi benar bisa pula salah. Jika REDD+ adalah masyarakat itu semoga ada benarnya. Karena tujuan utamanya bagaimana menjaga hutan, juga melestarikan sistem sipil yang baik atau untung-untung lebih baik di sekitar hutan. Di perjalanan, saya menemukan banyak perbedaan pandangan, dan adalah tugas saya dan tentunya kita semua untuk menyokongnya. Pertama sistem antara REDD+ dan yang ada di masyarakat itu berbeda, taruh lah yang pertama based on roots and behaviors, yang satunya empiric based on the paper. Untuk mengurangi gab, dibutuhkan jembatan, dan jembatan itu tidak begitu saja dibangun dalam beberapa tahun. Karena uniknya, REDD+ mencoba untuk menerapkan sudut pandang baru tentang pembangunan, tapi cara ini sedikit berbeda dengan cara pandang negara-negara berkembang, korparasi, cara pandang masyarakat dan cara pandang NGO. Membangun cara pandang yang disepakati bersama adalah sebuah proses, tidak saling menghancurkan atau hingga sebuah persaingan yang tidak sehat. Terkait hal ini jalan tengah harus dicari terus menerus, dan konflik konflik serta tantangan mungkin menjadi hal yang lumrah. Ini tentang hal yang baru, dan dunia baru mengenalnya belum sampai dua dekade yang lalu..
Ketakutan di dunia korparasi terkait REDD+ biasanya tentang: hentikan tambang batubara atau emas dan sejenisnya, hentikan produksi kayu serta produksi sawit, sementara itu bagi pemerintah biasanya: mereview kembali aspek aspek perijian, transparansi dan penegaan tata ruang terkait hutan, bagi NGO yang muncul biasanya isu tentang perdagangan karbon, cuci tangan kapitalis dibali pendanaan, dan intervensi kedaulatan serta terganggunya hak-hak sipil specifically indigenous people around of. Beberapa waktu saya pernah kerja dicorporet, lsm, dan pandangan pandangan itu mungkin ada benar atau justru salah tergantung sudut pandang. REDD+ ingin melindungi hutan yang masih tersisa dengan keterlibatan masyarakat setempat dan dengan tetap mempertimbangkan perencanaan yang detail yang tengah dilakukan oleh korparasi, terkait korparasi bagaimana lebih hijau terutama dalam pemanfaatan wilayah atau area hutan. Terkait NGO dan pemerintah, REDD+ (sekali lagi semua sejauh yang saya pahami) ingin mendorong penegakan hukum, perlindungan masyarakat setempat, transparansi, demokrasi dan menitik beratkan pada pelibatan semua sektor terkait. Terkait penjelasan tersebut mungkin tak menemukan masalah: namun masalah terjadi saat ada yang kita tutupi terkait apa yang sesungguhnya terjadi. Perbaikan terkadang ingin mendorong kesadaran, banyak orang yang dirugikan, miskin, menderita turun temurun karena kebijakan yang kita buat terkadang tidak sesuai perencanaan, dan kita tidak mengakui kesalahan, hal yang sama bisa dituduhkan ke saya di dalam REDD+ sendiri. Rasa takut akan kebenaran bukan hanya mainan anak-anak, namun mainan saya saat dewasa dan terkadang lebih qorib dari sahabat kita. Instrumen untuk mengurangi Gap tersebut harus dibangun, penegaan aturan harus didorong, tentunya dengan sekian banyak pengampunan dan always stay oh the right track. Ini penting bagi saya terutama yang generasi muda (terbilang muda karena masih tidak berhenti untuk berfikir), memperbaiki indonesia, alam dan hutannya harus menjaga agar kita tetap atau minimal tidak jauh dari track nya.
Jalan tengah itu mungkin tidak sama dengan memberantas korupsi, yang hitam dan yang putih serasa jelas. Jalan tengah itu mengendorkan tuntutan dan melihat fakta yang terlanjur telah terjadi jauh sebelum teori tentang kebenaran dibangun. REDD+ bukan superbody, bukan Santa Claus yang membawa kantong hadiah di punggung, bukan KPK yang mencari sitem yang salah (karena semua paham dimana letak kesalahannya). Ini hasil dari protokol Kyoto, developed countries has obligation to support impact of climate change impacted directly in developing countries. Negara dan terutama perusahaan (yang lepas dari negara apapun) harus dituntut atas peubahan yang telah meraka lakukan bertahun tahun yang mengakibatkan perubahan alam, kegagalan panen petani-petani kecil, wabah bagi para buruh miskin, bencana alam seperti banjir dan kemarau; hal yang menjadi sangat sulit bagi rakyat yang kebanyakan miskin di negara-negara dunia ke tiga.
Lalu program apa yang telah kita berikan: sang saya pahami REDD+ mendorong pertanian atau usaha ekonomi ramah lingkungan, mendorong pengelolaan alan yang lebih baik, mencegah kebakaran yang exploitative dan mendukung pembaharuan birokrasi: Apakah hal itu akan menolong petani gurem dan orang orang tak berdaya? ya, tentu saja (pada saatny), karena peruibahan membutuhkan tiga atau empat hal: perencanaan, keyakinan, kesabaran dan momentum. Semoga jembatan itu dibangun pada track yang benar, ini waktunya REDD+ untuk membuka diri bagi Pihak lain untuk terus mengawasi.
Thanks for lesson learned !