Posting kali ini berkaitan dengan topik spiritual: sufisme. Saya tertarik dengan tema ini karena satu dan banyak hal bahwa kehidupan duniawi kita dan termasuk keagamaan kita semakin lama terasa semakin 'kering'. Dunia terasa menjadi hitam putih, tekstual atau sebaliknya dianggap sangat relativ dan interpretatif, pandangan-pandangan yang sering kali tidak mampu mengungkapkan hikmah dari kehidupan ini. Cinta illahi (Cinta Tuhan) adalah satu alternativ 'penyejuk' yang ada sejak lama untuk mengajak fisik dan jiwa kita berlatih mengungkap hakikat 'melampui kenyataan' pada kejadian-kejadian hidup kita sehari hari, entah itu kegembiraan, penderitaan, suka cita atau keterasingan, kondisi saat sulit bagi kita memahami keadaan yang terjadi. Cinta illahi, muncul dalam banyak cara. Satu diantaranya adalah melalui jalan sufisme.
1. Sufisme apa?
Definisi sederhananya adalah ajaran kebatinan dalam islam yang memiliki ciri pendalaman makna dari kehidupan sehari hari dan lebih bermuara pada cinta illahi (cinta Tuhan) dan kedalaman mengenali kehidupan.
2. Apakah Sufisme berakar dari islam?
Ya, secara langsung dan tidak langsung dari ajaran Islam, namun sufisme mengambil cukup banyak pelajaran yang baik di luar islam di awal hingga di masa kini. Tuhan telah menciptakan semua pelajaran tentang kebaikan di setiap nilai-nilai manusia tak peduli latar belakangnya.
3. Apa kebahagiaan menurut sufisme?
Kebahagiaan sejati menurut sufisme adalah menggapai cinta illahi secara total. Pelajaran utamanya adalah 'hakikat cinta melalui keikhlasan untuk belajar memetik hikmah bahwa segala hal di dalam hidup ini karena rahman dan rahim dari Tuhan, sehingga manusia mampu melihat lebih mendalam hikmah dari kebahagiaan dan penderitaan yang mereka jalani sepanjang hidupnya.
4. Bagaimana Sufisme bekerja di dunia modern yang sibuk dan gaduh?
Sufisme bekerja di lingkungan apapun. Karena cinta Tuhan itu ada di manapun. Cinta itu ada disetiap jiwa, entah itu yang baik hingga yang paling jahat, di tempat yang terang hingga yang sangat gelap. Sufisme seperti udara, ia bisa dihirup di manapun. Ketika kita ingat Tuhan saat kita terpuruk, cinta Tuhan telah bekerja, sufisme mengambil ruang di dalamnya. Ketika kita sangat sibuk, lalu tiba tiba mengingat- Nya, sufisme bekerja serupa itu. Saat kita rindu pada seseorang yang kita cintai, sufisme bisa berperan di dalamnya. Saat kebencian mu pada seseorang atau sesuatu dikalahkan oleh cintamu pada Tuhan, lalu belajar memaafkannya, sufisme bekerja seperti itu. Saat kita melakukan berulang ulang dosa dan melakukan berulang ulang taubat, sufisme bekerja semacam itu pula. Bahkan saat kita tiba tiba merasa terasing dalam sebuah keramaian, sufisme bisa mencoba untuk memberi makna mendalam dari perasaan tersebut.
5. Apa yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam sufisme?
Sufisme sangat lentur, ia tidak banyak bicara tentang hadiah dan hukuman, perintah atau larangan. Ia lebih menitik beratkan bagaimana cara mencintai Tuhan secara layak dan baik. Sufisme belajar untuk ikhlas, tidak menaruh dendan dan kebencian. Kurang lebihnya, sufisme memandang segala hal sebagai cinta Tuhan yang bekerja atas segala sesuatu di semesta. Bahkan bagi sufisme, kebencian dan dendam adalah cinta yang terpantulkan.
6. Bagaimana sufisme memandang kekayaan dan kemiskinan?
Sufisme tidak terlalu bicara tentang dunia dan pencapaiannya, tapi tentang cinta dan makna hidup di dunia. Kekayaan dan kemiskinan adalah pelajaran tentang cinta. Jalan menjadi kaya sama beratnya dengan jalan menjadi 'miskin'. Bagi sufisme kebahagiaan dan penderitaan, sama bermaknanya, sama nilainya, dan keduanya hanyalah seperti dua sisi dari satu mata uang yang sama, sama halnya bahwa wujud cinta dan kebencian sebagai suatu hal yang satu.
7. Apakah sufisme tetap mewajibkan manusia untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan berdasarkan hukum syariah islam?
Sufisme seiring sejalan dengan syariah, hal hal yang diwajibkan dalam syariah diwajibkan pula dalam sufisme demikian juga dengan larangan-larangan. Namun demikian apa yang ingin ditekankan dalam sufisme adalah keikhlasan dan ketulusan menjalankan syariah sebagai bukti dari kecintaan pada Tuhan. Sufisme juga sangat menghargai proses panjang atau pendek setiap orang dengan jatuh bangunnya untuk mencapai tingkat kecintaan dan kedekatan tertentu pada Tuhan.
8. Sepenting apa sufisme bagi hidup kita?
Sufisme bukanlah suatu kebutuhan seperti halnya makanan. Ia adalah bentuk latihan diri untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri, mengenali hikmah mendalam dari setiap perjalanan kehidupan. Dan latihan untuk merasakan cinta Tuhan dalam segala aspek keadaan. Selama kita membutuhkan pemahaman mendalam tentang cinta dan kehidupan di dunia ini, sufisme akan membantu kita untuk lebih 'mudah' memahami maknanya.
9. Bagaimana cara memulai sufisme?
Cara memulai dan menjalani sufisme bukan cara seperti membuat satu menu makanan. Tidak pula seperti mengikuti langkah demi langkah petunjuk manual sebuah mesin. Sufisme terlebih dulu membutuhkan guru, sama pentingnya juga bahwa sufisme membutuhkan teman seperjalanan.
10. Apakah sufisme selalu membutuhkan guru (mursyid)?
Dalam tingkatan awam, sulit menjalankan nilai dan pemahaman mendalam tanpa dukungan pembimbing yang telah terlebih dahulu mendalaminya. Sufisme memang bisa secara bebas kita dapatkan seperti udara yang kita hirup, tapi makna mendalamnya akan benar-benar memiliki arti saat kita membuka diri untuk berdialog dengan satu atau beberapa orang yang menjalani hal yang sama dan yang lebih berpengalaman. Apa artinya menemukan pemahaman mendalam tentang kehidupan jika itu cuma akan diterima oleh anda? Apa artinya kebahagiaan hidup jika cuma anda yang bisa menjalaninya?
11. Siapakah guru (mursyid) dalam sufisme?
Sejak dalam permulaan islam, sufisme itu bercabang cabang caranya, seperti batang yang memiliki banyak cabang dan ranting. Selama anda benar benar berminat, Tuhan akan memilihkan sendiri untuk anda satu cabang selama anda sabar menunggunya. Setelah anda merasa cocok atau biasanya mencoba mencocokkan diri, Tuhan akan membantu anda untuk mengenal cinta-Nya melalui orang-orang yang Ia pilih, guru anda akan sekaligus menjadi sahabat anda.
12. Apakah setelah memasuki dunia sufisme kita akan lebih banyak bahagia dan masalah hidup kita akan terselesaikan?
Kebahagiaan dan cinta itu makhluk, mereka timbul dan tenggelan bahkan menghilang. Yang mutlak hanyalah Tuhan, maka berusaha sedekat-dekatnya pada Tuhan. Masalah hidup itu untuk dihadapi dan diselesaikan dan tidak bisa dihindari melalui sufisme. Sufisme mengajari kita untuk ikhlas, kuat dan tabah serta syukur menjalani segala suka dan duka dalam hidup ini.
13. Apakah sufisme bisa untuk semua agama?
Sufisme hanya untuk pemeluk islam, karena akarnya juga menyangkut keimanan dalam koteks islam. Namun demikian aspek-aspek sosial seperti berlatih sabar, ikhlas, teguh dan tabah, bisa ditransformasikan pada semua orang. Walaupun demikian sufisme bukan berarti eksklusif, sufisme berdialog melalui cinta dengan semua keyakinan dan semua manusia.
14. Apakah sufisme bisa dijalani oleh para pekerja malam, seniman, pengusaha, politisi, pedagang yang selalu sibuk atau mereka yang akrab dengan kehidupan hedonis?
Sufisme untuk siapa saja, dan tumbuh untuk mengenalkan semua saja tentang hakikat kehidupan, merasakan cinta Tuhan. Sufisme sangat menghargai proses perjalann spiritual, sebuah perjalanan untuk lebih dekat dengan Cinta Tuhan.
15. Bagaimana sekilas latihan yang ada dalam sufisme?
Ada hal mendasar yang harus kita pahami terlebih dahulu sebagai dasar pada besar cabang dalam sufisme: bahwa segala hal terjadi karena Cinta Tuhan, baik itu kebahagiaan ataupun penderitaan. Bahwa segala hal yang selama ini nampak dan kita rasakan adalah tidak mutlak, semua hal itu makhluk, muncul dan suatu saat menghilang. Sufisme 'memuliakan hati' melampui akal dan nafsu serta membantu menumbuhkan cinta pada Tuhan melampui hukum di atas kertas, hukum sebab akibat serta ketertarikan duniawi yang tidak abadi.
Latihan sufisme biasanya cukup 'mudah', tergantung seberapa besar niat kita: jika anda seorang muslim, terlebih dahulu jagalah sholat lima waktu anda, demikian pula puasa wajib dan zakat wajib anda. Hal-hal yang belum sempurna pelan pelan anda sempurnakan, dalam fase ini anda membutuhkan teman yang mampu mengingatkan anda.
Latihan hati seperti berlatih ikhlas, sabar, rendah hati, syukur, tabah dan kuat serta disiplin, biasanya dilakukan dengan dzikir-dzikir tertentu, ibadah sunnah dan latihan ruhani khusus sesuai cabang masing masing sufisme, anda membutuhkan seseorang yang terampil (guru: mursyid) untuk membimbing latihan rohani ini. Sang guru selain mengarahkan pada shortcut tertentu juga meminimalisir resiko anda pada jalan yang 'salah'.
Latihan fisik dalam sufisme sama saja dengan latihan rohani. Biasanya puasa menjadi bagian tak terpisahkan dari pelatihan untuk menahan diri dari hawa nafsu. Puasa sunnah seperti setiap hari senin dan kamis, puasa Daud atau sehari puasa dan hari berikutnya tidak, adalah bentuk umum yang dilakukan dalam sufisme. Sejatinya puasa yang dilakukan tidak hanya menahan lapar dan dahaga, lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari perbuatan yang merusak diri dan merusak hati. Biasanya guru spiritual akan lebih mengarahkan amalan-amalan selama berpuasa.
16. Apakah sufisme akan sering meninggalkan kehidupan dunia?
Dimasa lalu, beberapa tokoh sufi (cuma beberapa) memang hidup selibat atau tidak menikah dan menepi jauh dari masyarakat (zuhud). Namun sejak awal islam sebagian besar sufi menikah dan memiliki keluarga. Sejauh pengalaman sejarah hingga di masa kini, sufisme bisa dilakukan oleh para pekerja, orang kaya bahkan presiden, oleh seorang ayah, ibu dan anak, tanpa meninggalkan keluarga, pekerjaan dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Sufisme juga tidak menyarankan anda hidup eksklusif dan tidak mewajibkan anda memakai pakaian khusus.
17. Bagaimana melihat seseorang telah berhasil atau gagal menjalani sufisme?
Berhasil dan gagal adalah proses spiritual yang tidak kasat mata jadi tidak akan nampak keberhasilan dan kegagalan bahkan oleh penilaian diri anda sendiri. Pencapaian ketenangan dan kegelisahan bukanlah tolok ukur berhasil atau gagal. Sama halnya kebahagiaan dan penderitaan bukanlah faktor penentu keberhasilan seseorang dalam sufisme. Sufisme turut membantu membuka hikmah dari perjalanan hidup anda dan membantu seseorang untuk lebih dekat dengan Tuhan dalam kegelisahannya sekaligus ketenangan batinnya melalui perjalanan spiritual tentang pendalan hidup, dan disitulah anda akan menemukan cinta Tuhan.