Aku adalah air dan darah dan daging dan otot dan tulang. Lebih dari itu adalah jiwa, adalah cinta,
Cinta yang tercipta,
Dari ketabahan
Dari kesabaran
Dari keberanian
Dari kekuatan
Dari perlawanan
Dari kata kata
Dari tindakan
Dari semangat
Dan aku adalah waktu
Lalu aku menua, menjadi duka atau hilang seperti debu beterbangan
2.
Terbebas?
Seperti air yang menggelayut di tepian
Seperti angin yang resah pada dedaunan
Seperti cahaya menelisip melalui celah lorong
Kebebasan seperti peluru, lepas dari pelatuk, menelusup tanpa batas, hingga lalu roboh, menghantam.
Dan lelaki gagah jatuh terhempas.
Kebebasan seperti doa yang meratap kemerdekan, walau saat Tuhan melepas kekangan, kuda pada akhirnya merindukan Tuannya, meratap memohon rumput, memohon untuk ditunggang.
Kebebasan seperti cinta-cintaan, mekar dan semerbak sesaat, pada akhirnya lalu layu, anyir tak sedap.
Seperti suatu kala saat jiwa naik ke bumbungan tinggi sekali, pada waktunya terhempas remuk di atas tanah.
Seperti sepasang kekasih dari legenda lama, menari dan menyanyi di kedalaman sanubari dan mengeja dunia semacam pertunjukan tanpa akhir. Toh pesta pasti berlalu, layar panggung digulung dan penonton pulang berduyun.
Kebebasan mungkin seperti air mata, sering aku tak mampu membendungnya, seolah Tuhan mendekap ku erat, membelai rambutku dan membisikkan satu satunya kata "manusia".
3.
Aku berdoa untuk para leluhurku, pula untuk semua keturunanku. Bahwa aku hanya perantara bagi kebijaksanaan (dan dosa) yang menjelma menjadi kata, sikap, tindakan dan cinta.
Senyap itu lalu ku usir. Sendiri merindu senja, ada hambar, tak terasa, bibir kelu dan seabrek beban.
Saat ketika malaikat dengan perut busung dan punggung bersayap yang patah satu mendekat sambil berjalan pincang, ia hanya ingin bilang 'manusia'.
4.
Kebebasan itu ada? Barangkali?
Lemparkan hp, leptop, lupakan bebanmu, biarkan bebas cintamu terbang serupa elang.
Biarkan diri rebah tak peduli langit malam tanpa bintang sehingga tak ada yang pantas dieja untuk mengntar tidur. Tak ada apa apa, selain sentakan hangat dari kedalaman.
Ketika aku mencoba meraba jiwaku, dan mengajaknya bicara: aku masih terbangun hari ini, dan nafasku lancar tak berdahak.
Kebebasan itu lalu apa?
Hati yang diobok obok, otak yang dikencangkan, otot yang diperas?
5.
Orang orang berlalu lalang. Di lantai 25, aku berdiri dan berharap malam segera datang.
Lalu menggelayut rasa salah yang berakrobat dengan kecongkakan kata 'im still on the track'.
Tapi kita memang bukan korban dari amarah dan pengabaian. Kita adalah para pemenang yang selalu menantang senja dan selalu berteriak,
"esok pasti akan datang!"
Ramadhan 20, 2015